Halaman

Minggu, 14 April 2013

Matoa Pertamaku



Sudah lama aku mendengar tentang buah matoa, buah khas daerah Papua. Katanya, rasanya manis legit, perpaduan rasa beberapa, yakni durian, leci, kelengkeng, dan rambutan. Penasaran sekali ingin mencicipinya, walau hanya secuil. Namun, tak pernah kesampaian. Di Jawa sulit sekali mendapatkannya.
Hingga suatu ketika saat mudik ke Semarang beberapa waktu lalu, tak kusangka, kakakku membawakan sekantung kresek kecil buah matoa, hasil panen dari pohonnya sendiri. Wow! Buah matoa produksi Semarang? Bisa juga ternyata. Memang bisa seharusnya. Dari yang kubaca, matoa merupakan buah yang tumbuh di daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi.


 Dok. Pribadi
Matoa pertamaku, kunikmati benar rasanya. Pas sekali dengan gambaran yang kudapat. Rasanya manis legit, perpaduan buah-buahan di atas. Saat matang, kulit buahnya berwarna hijau kecoklatan. Kulit buah akan pecah, merekah dengan sendirinya, sehingga gampang dibuka. Daging buahnya kenyal, berwarna putih, teksturnya seperti rambutan dan lecil. Dari hasil jelajah di dunia maya, ternyata matoa mengandung banyak vitamin C. Jadi, menilik rasanya yang unik dan kandungan vitamin C-nya yang banyak, pantas kiranya buah ini menjadi buah favorit keluarga.

Catatan: tulisan ini pernah kumuat di Kompasiana/noniaf